Minggu, 11 Januari 2015

masalah anak jalanan untuk peksos

anak punx dan masalahnya

Apa dan Siapa Anak Punk Itu?
http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/03/apa-dan-siapa-anak-punk-itu-586202.html
OPINI | 03 September 2013 | 07:22





Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara di dunia dengan jumlah populasi anak jalanan yang lumayan besar. Data dari Kementerian Sosial RI menyebutkan bahwa pada tahun 2009 jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai 135.139 anak dan tersebar di beberapa kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Semarang, Bandung dan Yogyakarta (Kemensos RI, 2009). 


Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menghapuskan anak jalanan, baik melalui penangkapan maupun penahanan, dan dalam beberapa kasus ekstrim adalah penyiksaan, namun keberadaan anak jalanan tetap tidak berkurang secara signifikan. Sebaliknya, ketika pemerintah cenderung menganggap fenomena anak jalanan sebagai perilaku menyimpang yang secara potensial mengarah pada kriminalitas, media dan lembaga non pemerintah justru menganggap mereka sebagai kelompok rawan sekaligus korban kekerasan secara pasif yang dilakukan oleh masyarakat yang tidak lagi memiliki kepedulian dan solidaritas sosial. Perbedaan cara pandang ini semakin rumit tatkala fenomena anak punk muncul dipermukaan, yang sekaligus meruntuhkan anggapan bahwa anak jalanan identik dengan kemiskinan dan keterpaksaan. Tulisan ini mencoba membuka persoalan mengenai semakin maraknya anak punk dan eksistensi mereka di jalanan serta usulan mengenai pola pendekatan dan penanganan yang ideal yang perlu dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi kemanusiaan non pemerintah.

Banyak definisi mengenai anak jalanan yang dipakai para akademisi maupun pemerhati anak guna menggambarkan karakteristik anak jalanan. Namun ironisnya, konsep-konsep tersebut disamping memperkaya pandangan pandangan mengenai anak jalanan, seringkali justru mangaburkan pengertian anak jalanan itu sendiri. Aptekar dan Heinonen (2003) mengungkapkan bahwa definisi umum yang sering dipakai terkait dengan istilah anak jalanan mengacu pada istilah yang digunakan oleh Unicef.  Disini, anak jalanan diklasifikasikan menjadi tiga kategori:
Pertama, children on the street yaitu anak beraktifitas di jalanan namun masih memiliki kontak secara rutin dengan keluarga mereka.
Kedua, children of the street, dimana anak hidup, bekerja dan tidur di jalanan.
Ketiga, children on and off the street, merujuk pada anak yang memiliki kontak rutin dengan keluarga namun seringkali hidup, bekerja dan tidur di jalanan. Namun demikian, pada tahun 1990 beberapa ilmuwan sosial mulai mengalihkan istilah anak jalanan menjadi pekerja anak untuk menolak labeling anak jalanan.

Salah satu penelitian menarik terkait dengan anak jalanan di Indonesia, dilakukan oleh Harriot Beazley. Mengambil lokasi di Yogyakarta, Beazley (2003) mengatakan bahwa ada kecenderungan anak mengartikan hidup di jalanan sebagai “karir”. Mereka menyadari betapa besarnya stigma negatif yang melekat pada mereka. Oleh karena itulah sebagai kelompok marjinal, mereka berupaya menegoisasikan identitas mereka dan mengembangkan strategi adaptasi terkait dengan aktifitasnya di jalanan. Hal ini terlihat dari kemampuan mereka dalam memaksimalkan hubungan potensi sistem kekerabatan di jalanan, dan menjalin hubungan yang apik dengan mantan anak jalanan, pedagang asongan, dan anak jalanan yang lebih besar. Kelompok-kelompok inilah yang menjadi ‘tali’ dan mensupport mereka untuk survive di jalanan. Pada titik inilah solidaritas sesama anak jalanan muncul dan semakin menguat. Dalam akhir tulisannya, Beazley mengisyaratkan betapa susahnya untuk melakukan rehabilitasi pada mereka yang telah lama turun dan hidup di jalanan. Mereka yang sudah kembali ke rumah biasanya turun kembali ke jalan karena tidak bisa menyesuaikan kehidupan dalam rumah karena banyaknya aturan, tindak kekerasan yang dilakukan orang tua kepada dirinya, keterbatasan ruang, dan kurangnya kebebasan untuk melakukan sesuatu yang mereka suka. Mereka juga rindu dengan teman-temannya di jalanan. Karena itulah dana untuk upaya rehabilitasi sosial pada anak jalanan, akan lebih tepat diperuntukkan bagi mereka yang masih baru di jalanan dan upaya preventif dengan melibatkan partisipasi masyarakat (berbasis komuniti).

Permasalahan anak jalanan di Indonesia boleh dikatakan sangat kompleks. Sejak boom pada tahun 1998 karena dipicu oleh krisis moneter, fenomena terkini yang sedang marak terkait dengan anak jalanan adalah anak-anak punk. Mereka diyakini memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan anak jalanan pada umumnya. Istilah punk sendiri memiliki arti yang beragam. O’Hara (1999) mengartikan punk sebagai berikut: (1) Suatu bentuk trend remaja dalam berpakaian dan bermusik; (2) Suatu keberanian dalam melakukan perubahan atau pemberontakan; dan (3) Suatu bentuk perlawanan yang luar biasa karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan sendiri. Anak-anak punk biasa ditandai dengan gaya berpakaian yang mereka kenakan seperti sepatu boots, potongan rambut Mohawk ala suku Indian (feather-cut) dengan warna yang berwarna-warni, celana jeans ketat (skinny), rantai dan paku (spike), baju yang lusuh, badan bertatto, memakai tindikan (piercing) dan sering mabuk.

Berkaitan dengan punk, Marshall (2005) membagi punk ke dalam tiga kategori yaitu hardcore punk, street punk, dan glam punk. Jenis pertama, hardcore punk ditandai dengan gaya pemikiran dan bermusik yang mengarah pada rock hardcore dengan beat-beat musik yang cepat. Jiwa pemberontakan mereka sangat ekstrim sehingga seringkali terjadi keributan diantara mereka sendiri. Jenis kedua, street punk sering disebut ‘The Oi‘ dan anggotanya dinamakan skinheads. Mereka biasanya tidur di pinggir jalan dan mengamen untuk membeli rokok. Sebagai akibatnya, mereka banyak bergaul dengan pengamen dan pengemis karena sama-sama hidup di jalanan. Mereka adalah aliran pekerja keras. Jenis ketiga, glam punk biasanya jarang nongkrong dengan komuniti mereka di pinggir jalan dan lebih memilih tempat-tempat yang elite seperti distro atau kafe. Umumnya mereka adalah para seniman dengan berbagai macam karya seni.

Di Indonesia, komuniti punk yang jumlahnya mayoritas dan mendapat perhatian yang lebih dari publik adalah anak punk yang ada di jalanan. Pada umumnya, anak-anak punk tersebut berpendapat bahwa apa yang menjadi gaya hidup mereka adalah suatu kewajaran hidup di daerah metropolis. Keberadaan komuniti ini di kota-kota besar, yang sering menghabiskan waktu di jalanan dengan mengamen di traffic light, gaya berpakaian dan aktifitas nongkrongnya, dirasakan mengganggu kenyamanan masyarakat karena kekhawatiran akan terjadinya tindak kriminalitas yang dilakukan oleh mereka.

Penelitian anak punk yang memotret secara lugas kehidupan mereka di Jakarta dilakukan oleh Wallac. Wallac (2008) mengungkapkan bahwa musik punk yang mendunia pada era 70-an di Barat juga berpengaruh di Indonesia dan mencapai puncaknya pada tahun 1990-an. Anak-anak yang tergabung dalam komuniti punk saling berbagi kesukaan mereka terhadap music dan gaya hidup. Ikatan kekeluargaan dalam kelompok ini sangat kuat dan jaringan mereka juga sangat luas. Bagi mereka uang dan pendidikan bukan halangan untuk kumpul bersama. Mereka mempunyai slogan khas Do It Yourself (DIY). Mereka sering mengasosiasikan dirinya sebagai orang kecil yang tertindas. Menariknya, anak-anak yang tergabung dalam kelompok punk pada umumnya adalah mereka yang masih dikategorikan sebagai keluarga yang mampu, bahkan banyak pula dari mereka yang berasal dari kalangan menengah ke atas. Namun demikian, pada umumnya mereka tidak melanjutkan pendidikannya (putus sekolah). Kehidupan mereka sangat memungkinkan dan rawan untuk terjerumus dalam seks bebas. Anak punk perempuan yang suka melakukan seks bebas biasa disebut dengan pecun underground. Banyak dari mereka yang bekerja sebagai tukang parkir, pengamen, dan ‘polisi cepek’.

Sejumlah pemerhati anak yakin bahwa anak-anak punk sebenarnya adalah anak-anak yang bermasalah. Masalah yang pertama berkaitan dengan dirinya sendiri. Mereka masih mencari jati dirinya dalam tahapan menuju kedewasaan. Kurangnya kesiapan diri membuat mereka mengalami kebingungan dalam mencari identitasnya. Masalah yang kedua berkaitan dengan hubungan dengan keluarga mereka yang pada umumnya kurang harmonis. Mereka kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan keluarga. Komunikasi tidak lancar karena kesibukan orang tuanya bekerja. Sebagai konsekuensinya mereka mencari perhatian di luaran. Terakhir, anak-anak punk adalah anak-anak yang sebenarnya memiliki kreatifitas tinggi. Karena kreatifitas itu tidak terwadahi dan mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah, tentu saja mereka sangat rawan untuk terjerumus dalam tindak kejahatan seperti vandalism, ketergantungan alkohol, penyalahgunaan narkoba, eksploitasi seksual, prostitusi, HIV/AIDS, perdagangan manusia maupun rawan percobaan bunuh diri. Hal ini belum termasuk dengan aparat keamanan dan ketertiban yang sering menangkap mereka dan memperlakukan mereka dengan buruk.


Permasalahan anak jalanan dan anak punk memang kompleks. Akan tetapi kita tidak bisa melakukan pembunuhan maupun penyiksaan terhadap anak jalanan sebagaimana telah dilakukan di Brazil, Guatemala, dan Columbia. Dunia masih ingat peristiwa mencengangkan pada bulan Juli 1993 di Gereja Candelaria di Rio de Jeneiro, dimana beberapa polisi tanpa baju dinas menembaki 50 anak jalanan dimana 6 diantaranya meninggal seketika dan 2 anak dibawa ke sebuah pantai dan dieksekusi. Menariknya ketika acara tersebut ditayangkan di stasiun radio, hampir sebagian besar penduduk di sana menyetujui tindakan tersebut. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat di sana yang menganggap anak dalam keluarga adalah malaikat kecil, akan tetapi jika anak tersebut berkeliaran menggelandang maka mereka tak ada bedanya dengan babi (Summerfield, 2008).

Masih dalam sebuah tulisannya ‘If Children’s Lives are Precious, which Children?’, Summerfield (2008) juga menyebutkan bahwa pada tahun 1991, sekitar 1.000 anak jalanan dibunuh di Brazil dan 150.000 anak jalanan mati sebelum mencapai umur setahun karena kemiskinan, sanitasi yang buruk, minimnya layanan kesehatan, serta 2 juta anak jalanan mengalami malnutrisi. Dalam akhir tulisannya dia memberikan pertanyaan yang cukup menggelitik: ‘Apakah dibenarkan membunuh anak-anak karena mereka tidak punya masa depan?’



Tulisan ini telah mengupas sedikit persoalan mengenai anak-anak punk yang ada di jalanan. Meskipun karakteristik anak-anak punk tidak jauh berbeda dengan anak-anak jalanan pada umumnya, namun alasan utama mereka turun ke jalan justru bukan alasan ekonomi. Mereka memiliki masalah dalam pencarian jati diri dan minim kasih sayang serta perhatian dari orang tua mereka. Mereka juga tidak memiliki wadah untuk menyalurkan bakat dan kreatifitas mereka. Karena itulah penyebutan anak jalanan menjadi pekerja anak menjadi tidak bisa digeneralisir. Jika pemberdayaan dan penguatan ekonomi keluarga sangat penting untuk anak jalanan pada umumnya, maka pemberian konseling keluarga sangat tepat untuk anak-anak punk. Penanganan anak-anak punk secara persuasif harus segera dilakukan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun organisasi non pemerintah. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari anggapan bahwa jalanan adalah schools of crime (sekolah kejahatan), sehingga mau tidak mau, tugas kita semua untuk memenuhi dan melindungi hak-hak anak yang sudah tercantum dalam Konvensi Hak-hak Anak (KHA) dan Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) yaitu anak harus hidup dalam asuhan keluarga secara layak dan dapat mengenyam bangku sekolah. Pembantaian dan pembunuhan terhadap anak-anak yang berada di jalanan bukanlah solusi, melainkan sebuah tindakan biadab yang harus kita kutuk bersama.


pmks peksos social worker

Penyandang Masalah Kesejahteraan (PMKS)

A.  Penyandang Masalah Kesejahteraan (PMKS)
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani dan sosial secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan ,keterasingan/keterpencilan dan perubahan lingkungan (secara mendadak) yang kurang mendukung, seperti terjadinya bencana.Berikut ini akan dijelaskan secara terinci definisi operasional dan karakterisitik dari masing-masing jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) :
1.    Anak Balita Terlantar
Adalah Anak yang karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya, sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Ciri-ciri :
Ø  Usia 0 < 5 tahun
Ø  Orang tuanya miskin/tidak mampu
Ø  Salah seorang dari orang tuanya/kedua-duanya sakit
Ø  Salah seorang/kedua-duanya meninggal
Ø  Ditinggalkan di rumah sakit/di rumah bersalin
Ø  Mengalami kekurangan gizi
2.  Anak Terlantar
Adalah Anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhannya dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosialnya. Ciri-ciri :
Ø  Usia 5 < 18 tahun dan belum menikah
Ø  Orang tuanya miskin/tidak mampu
Ø  Salah seorang dari orang tuanya//kedua-duanya sakit
Ø  Salah seorang/kedua-duanya meninggal
Ø  Tidak terpenuhi kebutuhan dasar hidupnya (pangan, sandang, papan, pendidikan,    kesehatan)
3.  Anak yang mengalami Tindak Kekerasan atau Perlakuan Salah
Adalah Anak yang terancam secara fisik dan non fisik karena tindakan kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarganya atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
Ø  Usia 5 < 18 tahun dan belum menikah
Ø  Anak yang diperjualbelikan atau anak korban perkosaan
4.  Anak Nakal
Adalah Anak/Remaja (pria atau wanita) yang berprilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat lingkungannya, sehingga merugikan dirinya, keluarga atau orang lain. Ciri-ciri :
Ø  Usia 5 < 18 tahun dan belum menikah
Ø  Melakukan kegiatan/perbuatan yang mengganggu ketertiban umum/masyarakat
Ø  Sering mencuri di lingkungan keluarga atau familinya
Ø  Orang tuanya tidak mampu mengurusnya
Ø  Sering memeras/mengompas temannya sendiri
Ø  Sering mengotori atau merusak barang, peralatan, bangunan atau fasilitas umum
5.  Anak Jalanan
Adalah Anak yang berusia 5 < 18 tahun yang sebagian waktunya berada di jalanan sebagai pedagang asongan, pengemis, pengamen, jualan koran, jasa semir sepatu dan mengelap mobil. Ciri-ciri:
Ø  Mencari nafkah untuk membantu orang tuanya
Ø  Bersekolah/tidak sekolah
Ø  Keluarganya tidak mampu
Ø  Tinggal dengan orang tua/Melarikan diri dari rumah/tinggal di jalanan sendiri maupun bersama-sama teman-teman, seperti di emperan toko, terminal dan sebagainya.
Ø  Mempunyai aktivitas di jalanan baik terus menerus maupun tidak, minimal 4 sampai 6 jam per hari.
Ø  Berkeliaran tidak menentu dan sebagainya.
6.  Anak Cacat
Adalah Anak yang berusia 0 < 18 tahun, yang mengalami kelainan fisik atau mental sebagai akibat dari bawaan sejak lahir maupun lingkungan (kecelakaan), sehingga menjadi hambatan untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara layak.
7.  Wanita Rawan Sosial Ekonomi
Adalah Seseorang Wanita Dewasa yang belum menikah atau janda yang tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Ciri-ciri :
Ø  Wanita Dewasa, belum menikah (adalah wanita anak fakir miskin) atau janda (adalah wanita sebagai Kepala Keluarga), berusia 18 – <6 0 tahun
Ø  Penghasilan tidak memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
8.  Wanita yang mengalami Tindak Kekerasan atau Perlakuan Salah
Adalah Wanita yang terancam secara fisik dan non fisik karena tindakan kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarganya atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun social. Ciri-ciri :
Ø  Wanita yang berusia 18 < 60 tahun
Ø  Wanita yang diperkosa atau dianiaya
9.  Lansia Terlantar
Adalah Seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih, karena sebab-sebab tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya baik rohani, jasmani maupun sosial. Ciri-ciri :
Ø  Usia di atas 60 tahun
Ø  Tidak mempunyai penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya yang meliputi sandang, pangan, papan dan kesehatan yang layak
Ø  Tidak ada keluarga, sanak saudara atau orang lain yang mau dan mampu mengurusnya
10. Lanjut Usia yang Menjadi Korban Tindak Kekerasan atau Diperlakukan Salah
Adalah Lanjut Usia yang terancam secara fisik dan non fisik karena tindakan kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarganya atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Ciri-cirinya :
Ø  Lanjut Usia yang berusia di atas 60 tahun
Ø  Lanjut Usia yang dianiaya
11. Penyandang Cacat
Adalah Seseorang yang mengalami kelainan fisik atau mental sebagai akibat dari bawaan sejak lahir maupun lingkungan (kecelakaan), sehingga menjadi hambatan untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara layak.
12. Penyandang Cacat Bekas Penyakit Kronis
Adalah Seseorang yang pernah menderita penyakit menahun atau kronis, seperti Kusta dan TBC, yang telah mengikuti proses pengobatan medik dan dinyatakan sembuh, tetapi mengalami hambatan untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari karena dikucilkan oleh keluarga atau masyarakat. CIRI-CIRI :
Ø  Jari tangan atau jari kaki putus
Ø  Tubuh menjadi bongkok
13. Tuna Sosial
Adalah Seseorang Wanita, Pria atau Waria, terutama dari keluarga kurang mampu, yang melakukan hubungan seksual di luar pernikahan, dengan tujuan untuk mendapatkan imbalan jasa. Ciri-ciri :
Ø  Tuna Susila yang berada di lokasi dan lokalisasi
Ø  Tuna Susila yang berada di jalanan
Ø  Tuna Susila yang berada di rumah-rumah bordil
14. Pengemis
     Pengemis adalah seseorang yang suka meminta-minta di jalanan. Ciri-ciri :
Ø  Meminta-minta di tempat umum
Ø  Pada umumnya bertingkahlaku agar dibelas kasihani
15.Gelandangan
Adalah Seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat dan perlu mendapat bantuan untuk hidup dan bekerja secara layak dan mandiri. Ciri-ciri :
Ø  Hidup menggelandang di tempat-tempat umum terutama di kota-kota
Ø  Tempat tinggal tidak tetap, digubug liar, emper toko, di bawah jembatan dan sejenisnya
Ø  Tidak mempunyai pekerjaan yang tetap miskin
16.Gelandangan Psykotik
Adalah Seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, mempunyai tingkah laku aneh/menyimpang dari norma-norma yang ada atau seseorang bekas penderita penyakit jiwa, yang telah mendapat pelayanan medis dan telah mendapat Surat Keterangan Sembuh dan tidak mempunyai keluarga/kurang mampu serta perlu mendapat bantuan untuk hidup. Ciri-ciri :
Ø  Hidup menggelandang di tempat-tempat umum terutama di kota-kota
Ø  Kehadirannya tidak diterima keluarga dan masyarakat sekitarnya
Ø  Tempat tinggal tidak tetap, emper toko, di bawah jembatan dan sejenisnya
Ø  Sering mengamuk dan berbicara sendiri
Ø  Penampilannya di bawah sadar atau tidak sesuai dengan norma dalam masyarakat (Sakit Jiwa), misalnya tidak menggunakan pakaian (telanjang bulat), sisa makanan dimakan dan lain sebagainya
Ø  Tidak mempunyai pekerjaan
17. Bekas Nara Pidana
Adalah Seseorang yang telah selesai menjalani masa hukuman, karena tindak kriminal akan tetapi tidak diterima dengan baik atau disingkirkan/dijauhi oleh keluarga dan masyarakatnya, sehingga mendapatkan kesulitan untuk melaksanakan tugas kehidupannya secara normal.
Ciri-ciri :
Ø  Tidak mempunyai pekerjaan
Ø  Disingkiri oleh keluarga/masyarakat
18. Korban Penyalahgunaan Napza
Adalah Seseorang Pria atau Wanita terutama yang berusia antara 5 sampai 60 tahun bahkan lebih yang pernah menyalahgunakan narkotika, psikotropika atau zat adiktif lainnya, termasuk minuman keras pada taraf coba-coba atau sampai mengalami ketergantungan/kecanduan, sesudah dinyatakan bebas dari ketergantungan fisik oleh dokter yang berwenang, berasal dari keluarga baik yang mampu maupun yang kurang mampu. Ciri-ciri :
Ø Menggunakan narkotika, psikotropika atau zat adiktif lainnya termasuk minuman keras.
Ø Belum atau sudah mengalami ketergantungan.
Ø Badan kurus, pucat, mata cekung, merah dan tidak tahan kena sinar matahari, teller, berbicara di luar kontrol, begadang dan bergerombol tanpa tujuan.
19. Keluarga Fakir-Miskin
Adalah Keluarga yang tidak mempunyai sumber mata pencaharian yang tetap dan tidak mempunyai ketrampilan untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak. Ciri-ciri :
Ø  Usia 18 – < 60 tahun
Ø  Tidak pernah membeli pakaian dalam setahun atau hanya pada waktu lebaran/natal saja.
Ø  Penggunaan air bersih masih menggunakan air sumur, sungai, mata air dan air hujan.
Ø  Pengeluaran rumah tangga lebih besar daripada pendapatan.
Ø  Kepemilikan rumah masih menyewa/kontrak/menumpang atau milik sendiri, tetapi tidak layak huni.
Ø  Dinding rumah masih menggunakan bambu.
Ø  Lantai rumah masih tanah/pasir.
Ø  Tidak mempunyai sarana tempat buang air besar (jamban/kakus) atau menggunakan toilet umum.
Ø  Sumber penerangan masih menggunakan petromak atau listrik bersama.Pada umumnya jumlah anggota rumah tangga masih banyak (4 s/d 6 orang bahkan lebih).
Ø  Tidak mempunyai mata pencaharian yang tetap atau mempunyai mata pencaharian, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan pokoknya.
Ø  Pelayanan kesehatan yang digunakan seperti mantri, bidan dan puskesmas.
Ø  Pendidikan kepala rumah tangga masih rendah seperti tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD.
20. Keluarga Berumah tak Layak Huni
Adalah Keluarga yang rumah dan lingkungannya kumuh (kotor dan tidak teratur) untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial. Ciri-ciri :
Ø Rumah berada di lingkungan kumuh
Ø Bangunan berupa gubug dan pengap
Ø Tidak mempunyai kamar
Ø Tidak mempunyai sumur dan kakus
21. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis
 Keluarga yang Bermasalah Sosial Psikologis adalah :
Ø Keluarga yang hubungan di dalam keluarganya maupun dengan lingkungan tidak serasi/rukun.
Ø Sikap dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan norma-norma dalam keluarga maupun lingkungannya.
Ø Suami atau istri sering meninggalkan rumah tangga tanpa memperhatikan/bertanggungjawab terhadap keluarganya.
Ciri-ciri :
Ø Sering bertengkar
Ø Dikucilkan oleh tetangganya
Ø Hidup sendiri-sendiri walaupun masih dalam ikatan keluarga
22. Komunitas Adat Terpencil
Adalah Kelompok orang yang hidupnya dalam kesatuan-kesatuan sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencil serta kurang/belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik serta masih sangat terikat pada sumber daya alam. Ciri-ciri :
Ø  Berbentuk komunitas adat terpencil, tertutup dan homogeny
Ø  Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan
Ø  Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif/sulit dijangkau
Ø  Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistens
Ø  Peralatan dan teknologinya sederhana
Ø  Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat relatif tinggi
Ø  Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik
23. Masyarakat yang Tinggal di Daerah Rawan Bencana
Adalah Keluarga/Kelompok Masyarakat yang bertempat tinggal/bermukim di daerah yang relatif sering terjadi bencana atau kemungkinan besar dapat terjadi bencana, yang membahayakan jiwa, kehidupan dan penghidupannya seperti :
Ø  Bertempat tinggal di wilayah bahaya gunung berapi.
Ø  Bermukim di daerah aliran sungai yang sering banjir
Ø  Bermukim di daerah yang kemungkinan besar bisa terjadi bencana tanah longsor
Ø  Bermukim di daerah yang padat penduduknya dan kumuh di perkotaan yang rawan bencana kebakaran
Ø  Bermukim di daerah pantai yang rawan bencana gelombang pasang
24. Korban Bencana Alam
Adalah Perorangan/Keluarga/Kelompok Masyarakat yang masih menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana/musibah seperti banjir, gempa bumi tektonik, tanah longsor, gelombang pasang, kebakaran, angin ribut dan kekeringan yang terjadi paling lama 1 (satu) tahun yang lalu termasuk kerugian jiwa, bangunan, lahan dan ternak, sehingga menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
25. Korban Bencana Sosial/Pengungsi
Adalah Orang/Sekelompok Orang yang terusir dan atau atas dasar kemauan sendiri meninggalkan tempat kehidupan semula, karena terancam keselamatan dan keamanannya atau adanya rasa ketakutan oleh karena ancaman dari kelompok/golongan sosial tertentu sebagai akibat dari konflik atau kekerasan lain yang menyebabkan kekacauan di masyarakat lingkungannya.
26. Pekerja Migran Terlantar
Adalah Seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial, sehingga menjadi terlantar.
27. Pengidap HIV/AIDS
Adalah seseorang yang berusia 0 60 tahun bahkan lebih, yang dengan rekomendasi profesional (dokter) atau petugas laboraturium terbukti tertular virus HIV, sehingga mengalami sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS) dan hidup terlantar.
28. Keluarga Rentan
Keluarga Muda yang baru menikah (sampai dengan lima tahun usia pernikahan) yang mengalami masalah sosial dan ekonomi, sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga.





B.            Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)
Semua hal yang berharga yang dapat digunakan untuk menjaga, menciptakan, mendukung atau memperkuat Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS), PSKS dapat berasal atau bersifat manusiawi, sosial dan alam.  Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial meliputi :

1.  Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM)
Adalah warga masyarakat yang peduli, memiliki wawasan, komitmen kesejahteraan sosial, telah mengikuti program pendidikan dan pelatihan kesejahteraan sosial. Kategori TKSM adalah :
Ø  Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)
Adalah warga masyarakat yang atas dasar rasa keasadaran
Ø  Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial (WPKS)
Adalah wanita/tokoh masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk memimpin dan melaksanakan kegiatan usaha-usaha kesejahteraan sosial.
Ø  Petugas Pelayanan Sosial Lembaga (PPSL)
Adalah warga masyarakat yang melakukan aktivitas pelayanan di Lembaga Sosial atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial secara sukarela mengabdi di bidang kesejahteraan sosial.
2.  Organisasi Sosial
Adalah organisasi atau lembaga yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat untuk memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat di lingkungannya secara swadaya.
3.  Karang Taruna
Adalah wadah pengembangan generasi muda non partisan yang tumbuh atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat di tingkat desa/kelurahan.
4.  Dunia Usaha
Adalah yang melakukan usaha kesejahteraan sosial, yaitu badan usaha yang memberikan pelayanan sosial dalam usahanya dalam bentuk Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha (Social Corporate Responsibility) atau Pengembangan Masyarakat (Community Development).


5.  Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM)
Adalah sistem kerjasama antar keperangkatan pelayanan sosial di akar rumput yang terdiri atas usaha kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya. 
Wahana ini berupa jaringan kerja daripada kelembagaan sosial komunikasi lokal, baik yang tumbuh melalui proses alamiah dan tradisional  maupun lembaga yang sengaja dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat pada tingkat lokal, sehingga dapat menumbuhkembangkan sinergi lokal dalam pelaksanaan tugas di bidang usaha kesejahteraan sosial.

Terdapat tiga jenis sistem pelayan sosial yaitu;
1.      Lembaga pelayanan kesejahteraan sosial
Lembaga pelayanan kesejahteraan sosial merupakan lembaga untuk menangani permasalahan permasalahan yang begitu rumit seperti mikro dan perlu penanganan dalam jangka panjang contohnya;
Panti Sosial Tresna Werda(PSTW0, Panti Sosial Bhna Karya(PSDK) dsb
2.      Program pengembangan atau pemberdayaan kesejahteraan sosial
Program penanganan kemiskinan yang cuip rumt seperti makro dan temporer contohnya;
Bntuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Opersional Sekolah(BOS) dsb
3.      Program jaminan kesejahteraan sosial
Program jaminan kesejahteraan sosial merupakan sosial safety
a.       Asuransi Sosial
b.      Bantuan Sosial



dikutip dari http://kurniawan-ramsen.blogspot.com/2013/05/penyandang-masalah-kesejahteraan-pmks.html