“Surge neraka”
Filsuf abad pertengahan suka
berbicara tentang surge dan neraka. Bukan hanya surga secara umum, tapi
mendetail sampai letak dapur sebelah mana, kamar mandi ada berapa, WC-nya duduk
atau jongkok san sebagainya. Kalau membahas neraka, bukan hanya apinya yang
meluap-luap, bahkan kayunya di impor dari mana, yang jual siapa, semua itu masuk
dalam system filsafat mereka. Bidadari juga tidak luput dari pemikiran mereka.
Parfum merk apa yang dipakai bidadari saja bisa jadi perdebatan yang sangat
panjang.
Suatu saat seorang filsuf
abad pertengahan membeberkan pimikirannya kepada para warga tentang surga dan
neraka. Ia mengatakan bahwa surga dan neraka memang ada.
“apakah anda pernah kesana?”
Tanya salah satu pendengar tiba-tiba.
“emmmm… belum sih” jawab si
filsuf.
“wah, syukurlah,” sambung
pendengar itu,” ternyata itu baru gossip.”
Kebenaran !
Sejauh manakan kebenaran
bisa ditemukan? Filsafat adalah pencarian tiada henti akan kebenaran. Tidak ada
kata lelah disana. Tidka ada kata kamus menyerah didalamnya. Seorang filsuf
sampai merasas perlu menulis buku The History of Truth. Jumlah
halamannya akan membuat kita tercengang. 1 juta halaman. Jumlah itu masih bisa
terus bertambah. Oleh sebab itu sang filsuf kebingungan. Sampai detik ini belum
ada penerbit yang berkenan menerbitkan. Walhasil, kita tidak pernah bisa
menemukan buku tersebut di toko buku mananpun!
Kita sisihkan dulu hasrat
untuk mengetahui isi buku itu. Ada beberapa filsuf yang berbaik hati
mendedahkan definisi kebenaran kepada kta. Sokrates menyimpulkan bahwa
kebenaran hakiki akan kita temui saat nyawa kita meregang dari jasadnya.
Kebenaran itu realtif.
Manusia adalah ukuran segaa sesuatu, kata Protagoras.
Kebenaran adalah sejenis
kesalahan yang manusia tidak bisa hidup tanpanya, sabda Nietzsche.
Dan selajutnya :
Kebenaran adalah keledai
yang jatuh di lubang yang sama berkali-kali. Itu kata kita.