Selasa, 27 Januari 2015

berfilsafat dengan humor #2



“Surge neraka”

Filsuf abad pertengahan suka berbicara tentang surge dan neraka. Bukan hanya surga secara umum, tapi mendetail sampai letak dapur sebelah mana, kamar mandi ada berapa, WC-nya duduk atau jongkok san sebagainya. Kalau membahas neraka, bukan hanya apinya yang meluap-luap, bahkan kayunya di impor dari mana, yang jual siapa, semua itu masuk dalam system filsafat mereka. Bidadari juga tidak luput dari pemikiran mereka. Parfum merk apa yang dipakai bidadari saja bisa jadi perdebatan yang sangat panjang.
Suatu saat seorang filsuf abad pertengahan membeberkan pimikirannya kepada para warga tentang surga dan neraka. Ia mengatakan bahwa surga dan neraka memang ada.
“apakah anda pernah kesana?” Tanya salah satu pendengar tiba-tiba.
“emmmm… belum sih” jawab si filsuf.
“wah, syukurlah,” sambung pendengar itu,” ternyata itu baru gossip.”
Kebenaran !
Sejauh manakan kebenaran bisa ditemukan? Filsafat adalah pencarian tiada henti akan kebenaran. Tidak ada kata lelah disana. Tidka ada kata kamus menyerah didalamnya. Seorang filsuf sampai merasas perlu menulis buku The History of Truth. Jumlah halamannya akan membuat kita tercengang. 1 juta halaman. Jumlah itu masih bisa terus bertambah. Oleh sebab itu sang filsuf kebingungan. Sampai detik ini belum ada penerbit yang berkenan menerbitkan. Walhasil, kita tidak pernah bisa menemukan buku tersebut di toko buku mananpun!
Kita sisihkan dulu hasrat untuk mengetahui isi buku itu. Ada beberapa filsuf yang berbaik hati mendedahkan definisi kebenaran kepada kta. Sokrates menyimpulkan bahwa kebenaran hakiki akan kita temui saat nyawa kita meregang dari jasadnya.
Kebenaran itu realtif. Manusia adalah ukuran segaa sesuatu, kata Protagoras.
Kebenaran adalah sejenis kesalahan yang manusia tidak bisa hidup tanpanya, sabda Nietzsche.
Dan selajutnya :
Kebenaran adalah keledai yang jatuh di lubang yang sama berkali-kali. Itu kata kita.